PeristiwaPolitikRagam

Kebebasan Pers Diamputasi, Aktivis Lutim Luncurkan Kritik ke DPRD

12
×

Kebebasan Pers Diamputasi, Aktivis Lutim Luncurkan Kritik ke DPRD

Sebarkan artikel ini
Aktivis Luwu Timur, Yolan Johan.

SATUDATA.co.id | LUWU TIMUR – Aktivis Luwu Timur, Yolan Johan, melontarkan kritik keras terhadap DPRD Luwu Timur usai rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar di ruang Aspirasi, Kantor DPRD Luwu Timur, Jl. Soekarno Hatta, Kelurahan Puncak Indah, Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Kamis 04 September 2025.

Kritik ini muncul setelah wartawan tidak diperkenankan masuk dalam forum pembahasan kasus dugaan ketidaktransparanan terkait janin yang membusuk dalam kandungan Herlina (30).

Sebelumnya, pada Senin 01 September 2025, aliansi mahasiswa peduli rakyat (AMPERA) telah menggelar aksi damai di depan kantor DPRD Luwu Timur. Massa menyampaikan tujuh butir tuntutan yang diterima seluruh fraksi dan komisi, bahkan anggota dewan berjanji akan responsif terhadap aspirasi masyarakat.

Namun, janji tersebut dianggap tidak konsisten ketika RDP dipimpin Hj. Arisah justru dilakukan secara tertutup. Sikap DPRD itu dinilai bertolak belakang dengan pernyataan mereka beberapa hari sebelumnya.

Menurut Yolan Johan, langkah tersebut mencederai keterbukaan informasi. Ia sependapat dengan sikap kritis fraksi Gerindra melalui Aji Sarkawi Hamid yang menekankan pentingnya transparansi.

“Kalau hal ini baik, kenapa pers tidak dibiarkan meliput dan menyampaikan hasilnya kepada publik? Ini jelas melanggar kebebasan pers,” tegas Yolan.

Ia menambahkan, tindakan DPRD tersebut berlawanan dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers serta Pasal 28F UUD 1945 yang menjamin kemerdekaan pers. Aturan tersebut secara tegas melarang pembatasan dan penyensoran terhadap pers dalam menjalankan tugasnya.

“Baru beberapa hari setelah aksi damai, mereka berjanji akan merespons aspirasi rakyat, tapi kenyataannya bohong. Sama siapa lagi kita mau percaya?” ucap Yolan dengan nada kecewa.

Ia juga menegaskan sikapnya dengan mengutip asas hukum “Nullum delictum nulla poena sine previa lege poenali” yang berarti tidak ada alasan untuk mengabaikan aturan yang sudah disahkan, termasuk jaminan terhadap kebebasan pers.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *