Ragam

Bahas Persepsi Publik dan Media, Bawaslu Palopo Gelar Evaluasi Penguatan Kelembagaan

550
×

Bahas Persepsi Publik dan Media, Bawaslu Palopo Gelar Evaluasi Penguatan Kelembagaan

Sebarkan artikel ini
Suasana kegiatan Evaluasi Penguatan Kelembagaan dengan tema “Perspektif Publik dan Media terhadap Kerja dan Kinerja Pengawasan Bawaslu, sebagai Bahan Refleksi dan Peningkatan Kepercayaan Masyarakat terhadap Lembaga Pengawas Pemilu” oleh Bawaslu Kota Palopo di Cafe Nuiz. Sabtu 02 November 2025. Foto : Satudata.co.id

SATUDATA.co.id | Palopo,– Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Palopo menggelar kegiatan Evaluasi Penguatan Kelembagaan dengan tema “Perspektif Publik dan Media terhadap Kerja dan Kinerja Pengawasan Bawaslu, sebagai Bahan Refleksi dan Peningkatan Kepercayaan Masyarakat terhadap Lembaga Pengawas Pemilu”.

Kegiatan ini dibuka langsung oleh Ketua Bawaslu Palopo, Khaerana dengan mengundang narasumber dari Tenaga Ahli Ditjen Polpum Kementerian Dalam Negeri RI, Anno Suparno, S.S., serta Jeirry Sumampow, S.Th, Koordinator Komite Pemilihan Umum, yang berlangsung di Cafe Nuiz, Kota Palopo, Sulawesi Selatan, sekira pukul 14:35 WITA, Sabtu 02 November 2025.

Acara tersebut bertujuan untuk memperkuat kapasitas kelembagaan Bawaslu dalam menghadapi tantangan baru, terutama dalam menjaga integritas dan kredibilitas pengawasan menjelang Pemilu 2029.

Dalam kesempatan itu, Anno Suparno, S.S., selaku Tenaga Ahli Ditjen Polpum Kementerian Dalam Negeri RI menegaskan, bahwa peran Bawaslu dalam sistem demokrasi Indonesia tidak dapat dipandang sebelah mata.

Menurutnya, lembaga ini memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan seluruh tahapan pemilu berjalan sesuai prinsip keadilan dan transparansi.

“Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 telah memberikan landasan kuat bagi Bawaslu untuk menjalankan fungsi pengawasan. Mulai dari tahap perencanaan, pendaftaran calon, kampanye, hingga penetapan hasil pemilu, semuanya berada dalam ruang pengawasan Bawaslu. Di sinilah pentingnya komunikasi publik agar masyarakat memahami setiap langkah yang diambil lembaga,” tegasnya.

Ia menambahkan, Bawaslu harus memandang dirinya sebagai lembaga komunikasi publik, bukan semata lembaga administratif, yang mana komunikasi merupakan jiwa pengawasan demokratis yang akan menentukan seberapa besar tingkat kepercayaan masyarakat terhadap hasil pemilu.

Dalam pemaparannya, Anno juga mencontohkan beberapa lembaga pengawas pemilu dari negara lain seperti Election Commission of India (ECI) dan Independent Electoral Commission (IEC) Afrika Selatan yang berhasil membangun kepercayaan publik melalui transparansi dan edukasi politik yang berkelanjutan.

“Mereka membuktikan bahwa integritas lembaga tidak hanya ditentukan oleh aturan, tetapi oleh kemampuan berkomunikasi dan melibatkan masyarakat,” ujarnya.

Lebih lanjut Anno mengungkapkan pentingnya penguatan komunikasi publik di seluruh tingkatan pengawas, terutama di daerah. Menurutnya, Bawaslu kabupaten dan kota merupakan wajah terdepan lembaga di mata masyarakat.

Kendati demikian, masih banyak tantangan yang dihadapi, seperti keterbatasan sumber daya manusia, perbedaan budaya komunikasi, serta rendahnya literasi politik di masyarakat lokal.

“Bawaslu di daerah harus mampu mengedepankan komunikasi yang berbasis kearifan lokal, melibatkan tokoh masyarakat, dan menjalin kerja sama dengan media. Dengan cara itu, pengawasan pemilu tidak lagi bersifat formal, tetapi menjadi gerakan sosial yang hidup di tengah masyarakat,” tambahnya.

Sementara itu, Jeirry Sumampow, S.Th, yang juga Koordinator Komite Pemilihan Umum, menyampaikan pandangannya tentang tantangan besar yang kini dihadapi Bawaslu pasca-Pemilu 2024.

Menurutnya, lembaga ini tengah menghadapi ujian kepercayaan publik akibat persepsi negatif yang berkembang di masyarakat dan media.

“Bawaslu bukan hanya lembaga teknis, melainkan penjaga moral demokrasi. Namun, pengalaman Pemilu dan Pilkada 2024 menunjukkan bahwa masalah terbesar Bawaslu saat ini bukan sekadar regulasi, tetapi soal persepsi dan kredibilitas sosial,” ucap Jeirry.

Dirinya menyebutkan, kritik tajam dari publik, akademisi, hingga media terhadap sikap Bawaslu yang dinilai kurang tegas dalam menghadapi pelanggaran menjadi cermin bahwa lembaga ini perlu melakukan pembenahan mendalam.

“Sebagian masyarakat bahkan melihat Bawaslu seperti penonton di tengah lapangan demokrasi yang gaduh. Ini menjadi alarm penting bagi lembaga untuk memperkuat kembali kepercayaan publik,” tegasnya.

Dalam penjelasannya, Jeirry mengutip pandangan Pierre Rosanvallon (2008) dalam Counter-Democracy, yang menyebut bahwa lembaga pengawas modern hidup dari kepercayaan publik yang tumbuh melalui transparansi, keterbukaan, dan responsivitas.

Ia juga mengingatkan pentingnya komunikasi publik yang proaktif agar Bawaslu tidak hanya bekerja, tetapi juga terlihat bekerja.

“Dalam era post-truth seperti sekarang, persepsi publik dibentuk bukan oleh data, tetapi oleh narasi. Bila Bawaslu tidak mengelola narasi ini dengan baik, maka kinerjanya yang sebenarnya baik pun bisa tenggelam dalam opini negatif. Karena itu, strategi komunikasi publik harus menjadi prioritas utama dalam penguatan kelembagaan,” ungkapnya.

Kegiatan evaluasi ini diakhiri dengan kesimpulan bahwa penguatan kelembagaan Bawaslu tidak cukup hanya dengan memperbaiki sistem dan regulasi, tetapi juga harus diikuti dengan peningkatan kualitas komunikasi publik, partisipasi masyarakat, dan transparansi informasi.

“Keberhasilan Bawaslu menjaga demokrasi akan sangat bergantung pada seberapa besar ia mampu menjaga kepercayaan publik. Tanpa kepercayaan, lembaga pengawas kehilangan makna,” pungkasnya.

Untuk diketahui, kegiatan ini turut dihadiri oleh Ketua Bawaslu Palopo Khaerana beserta jajaran, Ketua KPU Palopo, Hary Zulfikar, Ketua Bawaslu Tana Toraja, Elis Bua Mangesa, akademisi, jurnalis, serta tokoh masyarakat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *